Pekalongan – Kepala Kantor Kemenag Kota Pekalongan, H Imam Tobroni, S.Ag, MM menghadiri dan menyambut baik dengan dilaksanakannya ‘Sosialisasi Pencegahan Paham Radikal dan Terorisme di Wilayah Hukum Polres Pekalongan Kota’, di Atrium Hall Kota Pekalongan, Kamis (25/2). Sosialisasi tersebut, disamping dalam rangka meningkatkan wawasan dan pemahaman bagi para tokoh agama, tokoh masyarakat dan guru tentang paham dan aliran radikal, juga sebagai langkah strategis dalam upaya menangkal dan membentengi diri dari paham radikalisme.
Kegiatan dengan tema ‘Melalui Peran Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Guru, Kita Selamatkan Generasi Muda dari Penyebaran Paham Radikal dan Terorisme’ ini diikuti sekitar 500 orang. Terdiri dari anggota, dan PNS Polres Pekalongan Kota, Bhayangkari, perwakilan guru BP/BK tingkat SMA/SMK/MA dan SMA/MTs, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan perwakilan dari tiap kelurahan di Kota Pekalongan.
Ken Setiawan, Mantan tokoh Negara Islam Indonesia (NII) diminta menjadi pembicara mengungkapkan berbagai model perekrutan oleh kelompok radikal dengan membeberkan sejumlah pola dan cara yang biasa dipakai oleh kelompok-kelompok radikal yang anti NKRI dalam merekrut anggotanya. Pendiri NII Crisis Center itu mengungkapkan, salah satu cara yang dipakai adalah dengan mencuci otak sasaran yang akan direkrut. Ia mencontohkan model perekrutan oleh NII, sebagaimana yang pernah ia lakukan beberapa tahun silam. Model-model perekrutan itu dibeberkan agar seluruh peserta waspada dan berhati-hati apabila menemui hal serupa.
Menurutnya, sebelum merekrut, ia akan melakukan ‘screening’terlebih dahulu terhadap orang yang akan direkrut. “Kita pelajari aktivitas kesehariannya, pekerjaannya apa, bagaimana keluarganya, hobinya apa, dan sebagainya,” ungkapnya. Dengan mengetahui berbagai latar belakang calon target, maka proses perekrutan akan lebih mudah. Termasuk bagaimana menentukan model perekrutan.
Secara atraktif, Ken mencontohkan bagaimana dia ‘mencuci otak’ calon target. Ia mengajak salah seorang peserta sosialisasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan simpel. Termasuk dari hal yang paling mendasar bagi seorang muslim, yakni kalimat Syahadat. “Contoh pertanyaan yang akan saya sampaikan begini. Kapan Anda mengucap kalimat Syahadat?” tanya Ken kepada orang yang akan ia rekrut.
Dari jawaban yang diberikan, Ken langsung mencecar si orang yang akan direkrut itu dengan berbagai dalil. Ia menukil berbagai ayat Al Quran serta hadits yang diambil secara sepotong-sepotong. Lalu mengajak orang yang bersangkutan untuk mengulang kalimat syahadat. Padahal ayat Al Quran dan hadits Rasul itu ditafsirkan secara sepotong-sepotong.
Tak sampai di situ, si perekrut, yang dicontohkan oleh Ken adalah dirinya sendiri, meneruskan dengan doktrin-doktrin tentang negara, aturan hukum, dan sebagainya.
Sebagai contoh, doktrin yang disampaikan salah satunya disebutkan bahwa negara Indonesia melawan hukum Allah, karena hukum yang dipakai tidak berdasar Al Quran dan Hadits. “Berarti Anda telah mendurhakai Allah, karena Anda muslim tetapi tidak menggunakan hukum Islam,” kata Ken.
Diungkapkan pula, calon yang akan direkrut diibaratkan sebagai buah apel yang masih bersih lalu jatuh di tempat sampah. “Nah, mereka anggap kita orang Indonesia ini berada di tempat yang tidak bersumber pada hukum Allah. Negara kita yang tidak bersumber pada hukum Islam ini diibaratkan tempat sampah. Maka untuk membersihkannya harus dicuci. Orang yang direkrut ini, di NII, lama proses ‘pencuciannya’ beragam. Ada yang dikatakan sampai 30 tahun, ada yang lebih lama dari itu,” bebernya.
Doktrin-doktrin semacam itu, dimaksudkan untuk membuat kita ragu terhadap negara yang kita cintai ini. “Termasuk, kita dibuat ragu dengan agama yang kita cintai. Maka kita disuruh bersyahadat lagi dan mengikuti ajaran dengan cara mereka. Lalu didoktrinkan pula agar kita timbul kebencian terhadap NKRI karena menggunakan aturan-aturan hukum peninggalan penjajah,” imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut, Ken Setiawan menegaskan pula bahwa radikalisme dan terorisme bukan dilakukan kalangan umat Islam semata. Tetapi juga orang-orang dari agama lain. Sebagaimana yang terjadi di daerah Sulawesi maupun di negara-negara luar. Pelaku terornya bukan orang Islam.
Lebih lanjut, Ken juga menerangkan bahwa gerakan radikal Islam di Indonesia terbagi dua macam: pragmatis dan radikal ekstrimis atau fundamentalis. “Yang fragmatis, melakukan kegiatannya tidak secara frontal. Yang direkrut adalah orang-orang awam. Sedangkan yang ektrimis fundamentalis sebagian besar yang direkrut adalah dari kalangan pesantren-pesantren tertentu,” terangnya.
Sementara itu, Kapolres Pekalongan Kota AKBP Luthfie Sulistiawan menjelaskan bahwa sosialisasi pencegahan paham radikal dan terorisme itu sebagai tahap awal. “Harapannya ini menjadi semacam Trainer on Trainer. Maka yang menjadi obyek hari ini bukan anak-anak sekolah, atau anak-anak remaja yang notabene berpotensi direkrut. Melainkan para guru, tokoh , Bhabinkamtibmas, lurah. Agar mereka tahu tentang gambaran pola perekrutan paham radikal,” jelasnya.
“Sehingga dengan tahu polanya, mereka bisa menggambarkan kepada anak didik, keluarga, lingkungan masing-masing bahwa begini lho cara perekrutan yang dipakai oleh gerakan-gerakan radikal. Dengan begitu, mereka akan tahu langkah-langkah untuk menangkalnya,” imbuh Kapolres.