Motto Hidup : Ikhlas Beramal
Oleh H. Imam Tobroni, S.Ag, MM
الْØَمْد٠لÙلَّه٠الَّذÙÙŠ هَدَانَا Ù„Ùهَذَا وَمَا ÙƒÙنَّا Ù„ÙنَهْتَدÙÙŠÙŽ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهÙ.
أَشْهَد٠أَنْ لَا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ Ø¥Ùلَّا اللَّه٠وَØْدَه٠لَا شَرÙيكَ لَه٠وَأَشْهَد٠أَنَّ Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙولÙÙ‡Ù. اللَّهÙÙ…ÙŽÙ‘ صَلÙÙ‘ وَسَلÙّمْ ÙˆÙŽ بَارÙكْ عَلَى سَيÙّدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى آل٠سَيÙّدÙنَا Ù…ÙØَمَّدÙ. امابعد
ÙَيَاآيÙّهَا الْØأضÙرÙوْنَ الْكÙرَام٠. اتَّقÙوا اللَّهَ ØÙŽÙ‚ÙŽÙ‘ تÙقَاتÙه٠وَلا تَمÙوتÙÙ†ÙŽÙ‘ Ø¥Ùلا وَأَنْتÙمْ Ù…ÙسْلÙÙ…Ùونَ
Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Tentulah menjadi keharusan bagi kita, sambil bersimpuh di masjid yang mulia ini kita terus berupaya meningkatkan rasa syukur kita atas nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada kita, dengan cara meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada-NYA, menjauhi larangan dan melaksanakan perintahNya, sehingga sungguh kita menjadi orang yang bertaqwa. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada baginda nabi Muhammad, SAW dan semoga syafaatnya melimpah kepada kita sekalian, amin.
Jamaah Jumat Rokhimakumullah,
Allah SWT menghendaki agar kebaikan yang kita lakukan dalam rutinitas keseharian kita, khususnya oleh seorang muslim tidak hampa, atau sia-sia begitu saja, akan tetapi setiap kebaikan, setiap amal perbuatan yang dikerjakan itu memiliki makna, dan terutama di dalam kehidupan akhirat agar memperoleh pahala yang diterima oleh Allah Swt. Karena kita pasti akan menuju pada kehidupan akhirat itu. Apalagi yang akan kita harapkan dapat menolong kita, kecuali kebaikan-kebaikan yang kita lakukan dan diridhai Allah Swt. Pada hari ketika harta tidak lagi berguna sama sekali, keluarga tidak mungkin dapat menolong, kekuasaan tidak lagi bermanfaat, dan satu satunya yang kita andalkan adalah ‘amal kita’. Dan kebaikan–kebaikan yang berguna adalah yang dilaksanakan dengan “ikhlas”, yang dilakukan dengan penuh ketulusan. Allah Swt dalam Alquran Surat Al Bayyinah ayat 5 berfirman ;
ÙˆÙŽÙ…ÙŽØ¢ Ø£ÙÙ…ÙرÙوٓاْ Ø¥Ùلَّا Ù„ÙيَعۡبÙدÙواْ ٱللَّهَ Ù…ÙخۡلÙصÙينَ لَه٠ٱلدÙّينَ ØÙÙ†ÙŽÙَآءَ ÙˆÙŽÙŠÙÙ‚ÙيمÙواْ ٱلصَّلَوٰةَ ÙˆÙŽÙŠÙؤۡتÙواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلÙÙƒÙŽ دÙين٠ٱلۡقَيÙّمَة٠٥
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia,
Betapa pula kita diperintahkan untuk beramal dengan memurnikan ketaatan kepada Allah,Swt, tidak ada kontaminasi dan distorsi niat dalam diri kita kecuali untuk beribadah ikhlas kepada Allah Swt. Maka sudah sepantasnya di majelis yang mulia ini kita mawas diri apakah ikhlas telah menjadi ruh perbuatan kita, bila kita menjadi orang yang berilmu pengetahuan, Kyai, Guru, Ulama , apakah telah benar menempatkan ikhlas sebagai kunci pengabdiannya? Bila kebetulan kita menjadi pemimpin pemerintahan, telahkah pula kita ikhlas melayani masyarakat tanpa pandang bulu? Bila kita seorang aghniya dan punya apakah sedekah dan bantuan yang kita berikan, telah tulus dan ikhlas? Dan begitu pula manakala kita menjadi orang yang tak punya atau miskin, apakah pernah terbersit pada pikiran kita untuk dapat berbuat kebaikan dengan berdoa untuk semua dengan penuh tulus ikhlas?
HADIRIN SIDANG JUMAT YANG DIMULIAKAN ALLAH,
Apa makna ‘IKHLAS' itu? Ikhlas dengan indah digambarkan dengan doa iftitah. Kita berjanji setiap sholat, [INNA SHOLATI WANUSUKI WAMAKHYAYA WAMAMATI LILLAHIRRABIL ALAMIN ]‘ sesungguhnya shalatku, pengorbananku, hidupku, dan matiku lillahiRabbil Alamin., jadi, ikhlas ialah mengerjakan segala hal ‘Lillah’. Apa artinya Lillah? Ada tiga makna Lillah: ‘ karena Allah (lam yang berarti sebab)’, ‘untuk Allah (lam berarti tujuan)’, dan ‘kepunyaan Allah (lam berarti milik)’. Makna-makna ini sekaligus menunjukkan tingkat keikhlasan. ‘untuk Allah’ adalah tingkat ikhlas yang paling tinggi….Bila kita memberikan bantuan kepada orang yang kesusahan, karena kita mengetahui bahwa Allah memerintahkannya, berarti kita beramal karena Allah. Bila kita menghentikan bantuan kita kepada orang itu, karena ternyata orang itu tidak berterimakasih bahkan ia menjelek-jelekan kita dimana-mana, maka kita telah tidak ikhlas. Amal kita sangat dipengaruhi oleh reaksi orang lain pada kita. Kita semangat beramal, ketika orang- orang menghargai kita, memuji kita, atau paling tidak memperhatikan kita. Sebaliknya, kita kehilangan gairah untuk berjuang dan beramal, ketika orang-orang mencemooh kita, menjauhi kita atau bahkan mengganggu kita. Itu berarti kita tidak ikhlas.
Di dalam buku berjudul ‘Al-Ikhlas’, Husin Al-Awayisyah menuturkan beberapa tanda atau ciri orang yang tidak benar-benar ikhlas, atau keikhlasan yang semu sebagai berikut :
- Ikhlas terkadang dicemari oleh nafsu, seperti orang yang akan mengajar kemudian ia disibukkan dengan upaya mempersiapkan diri untuk mengajar, dengan maksud agar ia puas karena mampu berbicara dengan indah. Atau, seseorang mampersiapkan segala perlengkapan perang, lalu mencari-cari musuh untuk diajak berperang. Semua itu bukanlah merupakan ikhlas yang sesungguhnya.
- Banyak orang yang berusaha untuk tidak riya’, akan tetapi apabila ada perbuatan baiknya disebut-sebut dan dipuji-puji, ia tidak menampakan ketidaksukaannya sedikitpun, bahkan ia merasa senang dan pujian tersebut merupakan hiburan atas kepayahan yang telah dilakukan dalam beribadah. Ini termasuk syirik yang tersembunyi.
- Kadang-kadang seseorang jatuh ke perbuatan riya’, bukan karena ucapan-ucapannya secara terbuka atau terang-terangan, akan tetapi keinginan agar terlihat ciri fisik yang menggambarkan ia telah melakukan ibadah tertentu, seperti nampak badannya kurus kering, wajahnya pucat, suaranya serak, adanya bekas cucuran air mata, terlihat sangat mengatuk agar orang mengetahui ia lama shalat tahajjud.
- Kadang-kadang seseorang berusaha untuk menyembunyikan amal shalehnya, sehingga ia tadak menyukai ada orang yang mengetahuinya. Namun, ketika ada orang yang mengetahuinya, ia menginginkan agar orang mengucapkan selamat kepadanya, mereka menyambut dengan senyuman dan rasa hormat, mereka membantu kebutuhannya, mereka memudahkan dalam melakukan transaksi, dan mereka mempersilahkan ia duduk dalam satu majelis. Jika orang tidak memberikan sambutan meriah kepadanya, maka hatinya menjadi kecewa, karena telah tumbuh dalam dirinya rasa ingin selalu dihormati atas amal shaleh yang ia lakukan secara sembunyi-sembunyi.
- Orang yang kagum terhadap kebaikan yang telah dilakukannya (ujub) dan ia merasa bahwa ia benar-benar telah ikhlas. Ada sebuah ungkapan, “barang siapa yang masih menyaksikan ikhlas dalam keikhlasannya, maka ia belum benar-benar ikhlas.
- Orang yang menghadiri undangan, atau bersilaturahim karena berharap akan memperoleh hidangan dan jamuan makanan yang lebih enak daripada makanan yang tersedia dirumahnya. Kehadirannya hanya karena didorong oleh adanya makanan lezat, bukan karena ketaatan kepada Allah semata.
- Seseorang menyuguhkan hidangan kepada orang yang bertamu kepadanya, dengan harapan agar suatu saat orang tersebut juga akan menyuguhkan hidangan ketika ia bertamu ke rumahnya, dengan hidangan yang sebanding atau yang lebih baik. Atau, seseorang memberikan hadiah dengan harapan kelak orang yang diberi hadiah itu akan membalas dengan hadiah yang serupa atau yang lebih baik, kepadanya.
Dari Abu Darda’, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya mengkhawatirkan amal, lebih berat dari amal itu sendiri. Sesungguhnya seseorang benar-benar mengerjakan amal, lalu ditetapkan baginya amal orang yang shaleh, yang dikerjakannya secara sembunyi-sembunyi, yang dilipatgandakan tujuhpuluh kali. Lalu setan senantiasa menghampirinya sehingga ia menceritakan amalnya itu, sehingga amalnya ditetapkan sebagai amal yang dilakukan secara terang-terangan dan sebagai perbuatan ‘riya. Hendaklah seseorang yang menjaga agamanya takut kepada Allah dan sesungguhnya riya’ itu merupakan syirik. (HR. Al-Baihaqy).
Nabi SAW bersabda, “hai manusia, jauhilah oleh kalian syirik yang tersembunyi. “Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah syirik yang tersembunyi itu? Beliau menjawab, “Seorang berdiri untuk shalat lalu ia berusaha membaguskan shalatnya, dengan maksud memperlihatkan kepada manusia.” (HR. Ibnu Khuzaemah)
IKHLAS dalam melakukan setiap kebaikan, baik itu shalat, puasa, haji, sedekah, zikir, membaca Al-Quran dan lain-lain, maupun kebaikan yang berhubungan dengan sesama manusia, seperti menolong orang, mengunjungi orang dan semua kebaikan lainnya, haruslah karena dan untuk Allah semata. Jika itu yang kita lakukan, maka kita tidak akan mengalami kekecewaan. Sebab Allah yang dituju dalam setiap amal kita, tidak akan mengecewakan hamba-Nya. Setiap kebaikan sekecil apapun, pasti akan dibalas oleh Allah SWT.
Salah satu sifat manusia adalah, jika melakukan suatu kebaikan, maka ia mendambakan agar suatu ketika memperoleh balasan dari kebaikan tersebut. Bila kita menolong orang, maka kita berharap kelak kita juga akan ditolong orang. Jika kita memberi seseorang, kita berharap agar kelak orang itu juga memberi kepada kita, jika kita menghadiri undangan seseorang, kita berharap agar orang juga menghadiri undangan kita kelak. Jika kita mengunjungi seseorang, kita berharap juga agar dikunjungi. Inilah yang kemudian melahirkan kekecewaan-kekecewaan. Sebab sering terjadi, balasan dari kebaikan yang telah kita lakukan untuk orang lain hanya tinggal menjadi harapan. Sifat menusia itu, tidak pandai berterima kasih. Biasanya, manusia itu hanya pandai menerima tapi tidak pandai memberi. Manusia itu suka ingkar janji. Jika ia telah terlepas dari belenggu kesulitan, sering kali ia melupakan oarang yang pernah menolongnya. Maka, jika berharap manusia yang membalas kebaikan-kebaikan yang telah kita lakukan, biasanya kita harus menelan kekecewaan. Karena itu, hanya kepada Allah sajalah hendaknya kita berharap, kita tuju dalam kebaikan-kebaikan kita, agar kelak meraih balasan dari Allah dan bukannya kekecewaan.
Disamping itu Allah Allah Swt telah memberikan perumpamaan bagi orang yang berbuat atau beramal tidak ikhlas dalam Alquran surat Al Baqoroh ayat 264 :
يَٰٓأَيÙّهَا ٱلَّذÙينَ ءَامَنÙواْ لَا تÙبۡطÙÙ„Ùواْ صَدَقَٰتÙÙƒÙÙ… بÙٱلۡمَنÙÙ‘ وَٱلۡأَذَىٰ كَٱلَّذÙÙŠ ÙŠÙÙ†ÙÙق٠مَالَهÙÛ¥ رÙئَآءَ ٱلنَّاس٠وَلَا ÙŠÙؤۡمÙن٠بÙٱللَّه٠وَٱلۡيَوۡم٠ٱلۡأٓخÙرÙÛ– ÙÙŽÙ…ÙŽØ«ÙŽÙ„ÙÙ‡ÙÛ¥ كَمَثَل٠صَÙۡوَان٠عَلَيۡه٠تÙرَابٞ ÙَأَصَابَهÙÛ¥ وَابÙÙ„Ùž ÙَتَرَكَهÙÛ¥ صَلۡدٗاۖ لَّا يَقۡدÙرÙونَ عَلَىٰ شَيۡءٖ Ù…Ùّمَّا كَسَبÙواْۗ وَٱللَّه٠لَا يَهۡدÙÙŠ ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰÙÙرÙينَ ٢٦٤
Artinya : Hai orang- orang yang beriman janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkahkan hartanya karena riya kepada manusia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu sepertri batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan yang lebat, lalu menjadilah ia bersih ,mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan.
Jamaah Jumat rakhimakumullah..
Dalam sebuah hadist Qudsi, Allah SWT berfirman, “Ikhlas itu salah satu rahasia-Ku, yang Aku titipkan didalam hati Hamba-Hamba-Ku yang Aku cintai. “Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Ikhlaslah dalam beramal, niscaya kamu memperoleh imbalan banyak dari amal yang sedikit. “ Juga sabdanya, “Siapapun seorang hamba melakukan amal dengan ikhlas selama 40 hari, maka memancarlah hikmah dari hati melalui lisannya.”
Maka, beramallah dengn ketulusan, karena dengan demikian, amal-amal itu akan mendapatkan pahala di sisi Allah, akan menguatkan hubungan antar manusia, karena hubungan yang dibangun atas ketulusan, akan menguatkan ikatan batin antara seorang dengan orang lain. Pemberian yang tidak tulus, tidak akan ada kekuatan pada pemberian tersebut. Beramal yang tidak tulus, akan melahirkan kekecewaan-kekecewaan.