Kota Pekalongan – Momentum Syawalan menjadi bagian tak terlewatkan dari tradisi masyarakat Indonesia sebagai wadah untuk menyambung tali silaturahmi. Tak terkecuali bagi masyarakat daerah Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, mereka juga memiliki tradisi unik yang diselenggarakan tiap sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri, tepatnya tanggal 8 Syawal, yakni tradisi potong lopis raksasa. Dalam pelaksanaan Lopisan tahun 2023 ini, ada dua lopis raksasa berukuran berat 1,830 kg yang dibuat oleh warga Krapyak Kidul Gg 8 dan 2.125 kg oleh warga Krapyak Lor Gg 1 ini turut mengundang animo warga dari dalam maupun luar Kota Pekalongan untuk berebut datang mencicipinya. Lopis ini diyakini sebagai simbol persatuan karena teksturnya yang lengket dan saling menyatu.
Walikota Pekalongan, HA Afzan Arslan Djunaid mengaku bersyukur, pelaksanaan kegiatan tradisi potong Lopis raksasa ini berlangsung lebih ramai dan disambut antusias masyarakat seiring telah melandainya pandemi Covid-19.
“Kami menghimbau supaya warga jangan menjadikan tradisi ini untuk syirik. Tradisi lopisan ini sangat luar biasa membawa keberkahan dan kebahagiaan semua terutama warga Krapyak sendiri sebagai tuan rumah, dengan dibagikan secara gratis lopis raksasa ini kepada masyarakat yang datang,” ujar Aaf, sapaan akrabnya, usai meresmikan Festival Lopisan 2023 yang ditandai dengan pemotongan lopis raksasa, berlangsung di Krapyak Kidul Gg 8, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Sabtu (29/4/2023).
Sebelumnya, Aaf beserta Ketua TP PKK Kota Pekalongan, Hj Inggit Soraya, Ketua I TP PKK Kota Pekalongan, Hj Istiqomah, Kapolres Pekalongan Kota, AKBP Wahyu Rohadi, Dandim 0710/Pekalongan, Letkol Inf Rizky Aditya, masing-masing beserta istri, dan sejumlah pejabat Forkopimda lainnya menaiki perahu menuju venue pemotongan lopis raksasa tersebut.
“Untuk kesiapan acara dari panitia sudah dipersiapkan secara matang, lopisnya pun matang merata dan rasanya lebih pulen,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Tradisi Syawalan yang rutin dilakukan oleh masyarakat Kota Pekalongan ini sudah dimulai sejak 130-an tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1855 M. Tradisi tersebut dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan selama bulan Ramadhan. Prosesi tradisi ini diawali dengan doa bersama para tamu yang dipimpin oleh pemerintah setempat atau tokoh masyarakat, kemudian lopis yang dipajang di panggung acara dibagikan kepada para tamu yang hadir oleh panitia penyelenggara secara gratis. Makna dari lopis raksasa ini yaitu untuk mempererat tali silahrutahmi. Selain itu, lopis yang terbuat dari ketan ini memiliki tekstur yang lengket, hal tersebut melambangkan persatuan. Warna ketan yang putih ini melambangkan kesucian. Artinya jika dikaitkan dengan pelaksanaannya di Bulan Ramadhan berarti memiliki arti kembali ke fitri. (Tim KP Pemkot/Ant).