KHUTBAH JUM’AH PERNIKAHAN AWAL KUNCI SUKSES BERKELUARGA
السَّلاَم٠عَلَيْكÙمْ ÙˆÙŽ رَØْمَة٠الله٠وَبَرَكَاتÙÙ‡Ù
أَلْØَمْد٠Ùلله٠الَّذÙÙ‰ خَلَقَ اْلإÙنْسَانَ Ù…Ùنْ Ù†ÙŽÙْس٠وَاØÙدَة٠وَ جَعَلَ Ù…Ùنْهَا زَوْجَهَا Ù„ÙÙŠÙŽÙƒÙوْنَ عَيْشÙهَا Ù…ÙطْمَئÙنَّةً، Ø£ÙŽØْمَدÙه٠سÙبْØَانَه٠وَ تَعَالَى عَلَى Ù†ÙعَمÙه٠الْكَثÙيْرَة٠. Ù…Ùنْهَا ÙˆÙجÙوْد٠الْمَوَدَّة٠وَ الرَّØْمَة٠بَيْنَ الزَّوْج٠وَ الزَّوْجَة٠، أَشْهَد٠أَنْ لاَ Ø¥Ùلهَ Ø¥Ùلاَّ الله٠وَØْدَه٠لاَ شَرÙيْكَ Ù„ÙŽÙ‡Ù ØŒ شَهَادَةً أَرْجÙوْ بÙهَا النَّجَاةَ يَوْمَ الْقÙيَامَة٠، ÙˆÙŽ أَشْهَد٠أَنَّ سَيÙّدَنَا Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙÙ‡Ù ÙˆÙŽ رَسÙوْلÙه٠الَّذÙÙ‰ قَرَّرَ قَوَاعÙدَ اْلإÙسْلاَمَ ÙˆÙŽ أَقَامَ عÙمَادَه٠، أَللّهÙÙ…ÙŽÙ‘ صَلÙÙ‘ ÙˆÙŽ سَلÙّمْ ÙˆÙŽ بَارÙكْ عَلَى عَبْدÙÙƒÙŽ ÙˆÙŽ رَسÙوْلÙÙƒÙŽ سَيÙّدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَ عَلَى آلÙÙ‡Ù ÙˆÙŽ أَصْØَابÙÙ‡Ù Ø°ÙŽÙˆÙÙ‰ اْلإÙسْتÙقَامَةÙ،،أَمَّا بَعْد٠،، Ùَيَا عÙبَادَ الله٠! Ø£ÙوْصÙيْكÙمْ ÙˆÙŽ Ù†ÙŽÙْسÙÙ‰ بÙتَقْوَى الله٠Ùَقَدْ Ùَازَ الْمÙتَّقÙوْنَ ØŒ وَاعْلَمÙوْا Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ النÙّكَاØÙŽ سÙنَّةٌ Ù…Ùنْ سÙنَّة٠الرَّسÙوْل٠الله٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَ سَلَّمَ . ÙˆÙŽ Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ السَّعَادَةَ مَرْجÙوَّةٌ Ù„ÙÙƒÙÙ„ÙÙ‘ مَنْ يَتَزَوَّجÙ. قاَلَ النَّبÙÙ‰ÙÙ‘ صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَ سَلَّمَ : تَزَوَّجÙوْا الْوَلÙوْدَ الْوَدÙوْدَ ÙÙŽØ¥ÙÙ†Ùّى Ù…ÙكَاثÙرٌ بÙÙƒÙمْ . رَوَاه٠أَبÙوْ دَاوÙد ÙˆÙŽ النَّسَائÙÙ‰. ÙˆÙŽ قَالَ تَعاَلَى ÙÙÙ‰ الْقÙرْآن٠الْعَظÙيْمÙØŒ أَعÙوْذ٠بÙالله٠مÙÙ†ÙŽ الشَّيْطَان٠الرَّجÙيْم٠: ÙˆÙŽÙ…ÙنۡءَايَٰتÙÙ‡ÙۦٓأَنۡخَلَقَلَكÙممÙّنۡأَنÙÙسÙÙƒÙمۡأَزۡوَٰجٗالÙّتَسۡكÙÙ†ÙوٓاْإÙلَيۡهَاوَجَعَلَبَيۡنَكÙممَّوَدَّةٗوَرَØۡمَةًۚإÙÙ†ÙŽÙ‘ÙÙيذَٰلÙكَلَأٓيَٰتٖلÙّقَوۡمٖيَتَÙَكَّرÙونَ ٢١ الآية .
Kaum muslimin sidang Jum’ah rahimakumullah,
Marilah kita bersama-sama selalu berusaha meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT pada setiap situasi dan kondisi, dengan melaksanakan seluruh perintah dan anjura-Nya serta menjauhi semua larangan dan hal-hal yang dimurkai oleh-Nya. Juga kita bersyukur kepada Allah SWT atas segala ni’mat yang telah dilimpahkan oleh-Nya kepada kita, tanpa sedikitpun mengkufuri atau menyalahgunakan ni’mat itu untuk kemaksiatan.
Ma’asyirol muslimin yang berbahagia,
Kita mengetahui bahwa pernikahan atau perkawinan itu adalah salah satu sunnah Rasulullah SAW. Kepada umatnya, beliau selalu menganjurkan agar segera menikah apabila telah sampai pada masanya dan ada kemampuan untuk itu. Anjuran Rasulullah SAW itu bukan tidak ada artinya, melainkan mengandung manfaat atau faidah yang besar sekali bagi kehidupan manusia. Sebab sebagaimana telah kita ketahui bahwa tujuan pernikahan itu antara lain adalah mencari ketenangan hidup bersama suami istri dalam rumah tangga, atau biasa disebut dengan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rohmah.
Akan tetapi dapatkah ketenangan itu dirasakan kalau rumah tangga yang dibangun tidak berjalan dengan baik dan bahagia?
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Terciptanya rumah tangga yang bahagia itu berangkat dari sebuah pernikahan yang sah yang dilakukan oleh calon suami dan calon istri dimana keduanya ingin hidup bersama dalam satu atap dan satu cita-cita dengan memegang peranan dan tanggung jawab menurut posisi dan fitrahnya masing-masing.
Dengan begitu suatu rumah tangga bisa menjadi bahagia tinggal tergantung dari pelakunya, yaitu suami dan istri. Kalau keduanya bisa saling memegang peranan dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan posisi dan fitrahnya, niscaya rumah tangga itu akan bahagia. Sebaliknya jika suami istri di dalam rumah tangganya sama-sama atau salah satunya tidak bertangung jawab dan mengingkari peranannya, pastilah rumah tangga itu akan berantakan. Hancurnya suatu rumah tangga sudah barang tentu akan menyebabkan tidak tenangnya suami dan istri. Itu berarti perkawinan yang dilakukan dengan tujuan memperoleh ketenangan hidup tidak berhasil.
Lalu bagaimanakah caranya agar suami istri berhasil membangun rumah tangga bahagia sehingga bisa mendukung upaya untuk meningkatkan ketaqwaan keduanya kepada Allah SWT?
Untuk menuju ke arah itu suami istri harus memiliki “Mawaddah dan Rahmah” di antara keduanya.
Allah SWT telah berfirman di dalam Kitab Suci Al-Qur'an surah Ar-Ruum ayat 21:
ÙˆÙŽÙ…ÙÙ†Û¡ ءَايَٰتÙÙ‡ÙÛ¦Ù“ Ø£ÙŽÙ†Û¡ خَلَقَ Ù„ÙŽÙƒÙÙ… Ù…Ùّنۡ Ø£ÙŽÙ†ÙÙسÙÙƒÙÙ…Û¡ أَزۡوَٰجٗا Ù„ÙّتَسۡكÙÙ†Ùوٓاْ Ø¥Ùلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكÙÙ… مَّوَدَّةٗ وَرَØۡمَةًۚ Ø¥ÙÙ†ÙŽÙ‘ ÙÙÙŠ ذَٰلÙÙƒÙŽ لَأٓيَٰتٖ Ù„Ùّقَوۡمٖ يَتَÙَكَّرÙونَ ٢١
Artinya : dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Apabila “Mawaddah dan Rahmah” itu selalu dimiliki oleh suami istri maka jalan menuju rumah tangga bahagia pasti akan terwujud. Mawaddah berarti cinta, sedang rahmah berarti kasih sayang. Kalau hanya mawaddah atau cinta saja yang menjadi ikatan dalam perkawinan, maka hubungan suami istri akan segera putus setelah keduanya memasuki masa tua di mana daya tarik cinta sudah tidak terpancar lagi daripadanya. Oleh sebab itu, “Mawaddah” ini harus pula disertai dengan “Rahmah” atau kasih sayang. Kasih sayang inilah yang bisa mengikat kedua suami istri hidup dalam suasana tenteram dan damai hingga memasuki usia tua bahkan sampai akhir hayat. Sebab timbulnya kasih sayang itu bukan karena adanya bentuk jasmani yang menarik, melainkan datang secara ghaib karena adanya ikatan batin yang erat ibarat seorang ibu yang mengasihi anak bayinya meskipun anak bayinya itu buang air baik kecil maupun besar, sang ibu tidak merasa jijik untuk membersihkannya.
Sidang Jum’ah yang berbahagia,
Lalu bagaimanakah cara menumbuhkan “Mawaddah dan Rahmah” bagi suami istri? Sebagai seorang suami yang ingin memperoleh “Mawaddah dan Rahmah” dari istrinya, maka dia harus memahami dan menyadari akan tugasnya sebagai seorang suami. Seorang suami berkewajiban mempergauli istrinya dengan baik. Artinya dia harus bisa menciptakan suasana yang akrab dan harmonis, yang tumbuh dari hati nurani tanpa dibuat-buat sehingga tidak terjadi suasana percekcokan atau pertikaian yang tidak diinginkan, apalagi sampai berkepanjangan. Segala perselisihan yang terjadi dapat diselesaikan secra baik-baik dan damai, tanpa disertai dengan rasa jengkel, dendam dan prasangka yang bukan-bukan.
Allah SWT telah berfirman di dalam surah An Nisaa ayat 19:
يَٰٓأَيÙّهَا ٱلَّذÙينَ ءَامَنÙواْ لَا ÙŠÙŽØÙÙ„ÙÙ‘ Ù„ÙŽÙƒÙÙ…Û¡ Ø£ÙŽÙ† تَرÙØ«Ùواْ ٱلنÙّسَآءَ كَرۡهٗاۖ وَلَا تَعۡضÙÙ„ÙوهÙÙ†ÙŽÙ‘ Ù„ÙتَذۡهَبÙواْ بÙبَعۡض٠مَآ ءَاتَيۡتÙÙ…ÙوهÙÙ†ÙŽÙ‘ Ø¥Ùلَّآ Ø£ÙŽÙ† يَأۡتÙينَ بÙÙÙŽÙ°ØÙشَةٖ Ù…ÙّبَيÙّنَةٖۚ وَعَاشÙرÙوهÙÙ†ÙŽÙ‘ بÙٱلۡمَعۡرÙÙˆÙÙÛš ÙÙŽØ¥ÙÙ† كَرÙهۡتÙÙ…ÙوهÙÙ†ÙŽÙ‘ Ùَعَسَىٰٓ Ø£ÙŽÙ† تَكۡرَهÙواْ شَيۡٔٗا وَيَجۡعَلَ ٱللَّه٠ÙÙيه٠خَيۡرٗا ÙƒÙŽØ«Ùيرٗا ١٩
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Rasulullah SAW bersabda :
خَيْرÙÙƒÙمْ خَيْرÙÙƒÙمْ ÙلأَهْلÙÙ‡Ù ÙˆÙŽ أَنَا خَيْرÙÙƒÙمْ ÙلأَهْلÙى، مَا أَكْرَمَ النÙّسَآءَ Ø¥Ùلاَّ كَرÙيْمٌ ÙˆÙŽ مَا أَهَانَهÙÙ†ÙŽÙ‘ Ø¥Ùلاَّ لَئÙيْم٠(رَوَاه٠عَلÙÙ‰ÙÙ‘ بْن٠أَبÙÙ‰ طَالÙب)
Artinya : Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya, sedang aku adalah yang paling baik kepada istriku. Tidak mau memuliakan para wanita (para istri) kecuali orang yang mulia dan tidak mau menghina mereka kecuali orang yang hina pula. (HR Ali bin Abi Thalib)
Suami juga berkewajiban memberi nafkah lahir dan bathin kepada istrinya dan kepada ahli keluarganya yang menjadi tanggungannya. Artinya suami harus bertanggung jawab memberi belanja setiap hari kepada istrinya menurut kemampuannya yang dimiliki. Jangan sampai terjadi seorang suami memberi nafkah sangat minim jauh dari kebutuhan yang dibutuhkan, sementara dia bermewah-mewahan di luar rumah menghambur-hamburkan kekayaannya tanpa batas.
Allah SWT berfirman di dalam surah At Thalaq ayat 7:
Ù„ÙÙŠÙÙ†ÙÙÙ‚Û¡ Ø°ÙÙˆ سَعَةٖ Ù…Ùّن سَعَتÙÙ‡ÙÛ¦Û– ÙˆÙŽÙ…ÙŽÙ† Ù‚ÙدÙرَ عَلَيۡه٠رÙزۡقÙÙ‡ÙÛ¥ ÙÙŽÙ„Û¡ÙŠÙÙ†ÙÙÙ‚Û¡ Ù…Ùمَّآ ءَاتَىٰه٠ٱللَّهÙÛš لَا ÙŠÙÙƒÙŽÙ„ÙÙ‘Ù٠ٱللَّه٠نَÙۡسًا Ø¥Ùلَّا Ù…ÙŽØ¢ ءَاتَىٰهَاۚ سَيَجۡعَل٠ٱللَّه٠بَعۡدَ عÙسۡرٖ ÙŠÙسۡرٗا Ù§
Artinya : hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ عَبْد٠الله٠بْن٠عÙمَرَ رَضÙÙ‰ÙŽ الله٠عَنْهÙمَا قَالَ : قَالَ رَسÙوْل٠الله٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَ سَلَّمَ : ÙƒÙŽÙÙŽÙ‰ بÙالْمَرْء٠إÙثْمًا أَنْ ÙŠÙضَيÙّعَ مَنْ َيقÙوْت٠.(رَوَاه٠النَّسَائÙÙŠ)
Artinya : Dari Abdullah bin Umar r.a. dia berkata, bersabda Rasulullah SAW: “Cukuplah seseorang dianggap berdosa bila dia menyia-nyiakan nafkah orang yang dia wajib memberi makan (menghidupinya) (HR Imam An-Nasa-i)
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah,
Begitu juga bagi seorang suami pun berkewajiban memenuhi nafkah batin, seperti kewajibannya di dalam memenuhi nafkah lahir. Sebab janganlah mengira bahwa nafkah batin itu tidak penting seperti nafkah lahir. Bahkan karena kurang mampu di dalam melayani nafkah batin inilah bisa terjadi suatu rumah tanga berantakan. Karena itu di dalam hadits Rasulullah SAW pernah berabda yang artinya :
“Janganlah seseorang mengumpuli istri sebagaimana binatang bersetubuh, dan hendaklah ada perantara antara keduanya.” Beliau ditanya : “Apakah perantara itu?” Beliau menjawab : “Ciuman dan rayuan.” (HR Ad-Dailami)
Sidang Jum’ah yang berbahagia,
Seorang istri yang menginginkan “Mawaddah dan Rahmah” dari suaminya sudah barang tentu harus bisa menyadari peranan dan fungsinya sebagai seorang istri. Seorang istri berfungsi sebagai pendamping suami di dalam rumah tangga. Karena sebagai pendamping, maka istri harus taat kepada suami, harus bisa menggembirakan suami, bisa menjaga dirinya dan menjaga harta suaminya.
Rasulullah SAW telah bersabda:
مَا اسْتَÙَادَ الْمÙؤْمÙن٠بَعْدَ تَقْوَى الله٠خَيْرًالَه٠مÙنْ زَوْجَة٠صَالÙØÙŽØ©Ù ØŒ Ø¥Ùنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْه٠، ÙˆÙŽ Ø¥Ùنْ نَظَرَ Ø¥Ùلَيْهَا سَرَّتْه٠، ÙˆÙŽ Ø¥Ùنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْه٠، ÙˆÙŽ Ø¥Ùنْ غَابَ عَنْهَا نَصَØَتْه٠ÙÙÙ‰ Ù†ÙŽÙْسÙهَا ÙˆÙŽ مَالÙÙ‡Ù . (رَوَاه٠ابْن٠مَاجَه٠عَنْ َأَبÙÙ‰ Ø£Ùمَامَة٠)
Artinya : Tidak ada faedah bagi orang mu’min sesudah taqwa kepada Allah SWT yang lebih baik daripada istri yang shalehah. Bila dia (suaminya) menyuruhnya, ia (istrinya) mentaatinya. Bila dia melihatnya, maka ia menggembirakannya, bila dia menyumpahinya, maka dia berbakti kepadanya, dan apabila dia (suami) bepergian, maka ia pun menjaga dirinya baik-baik dan menjaga harta suaminya (HR Ibnu Majah dari Abu Umamah)
Hadits tersebut memberi pengertian kepada kita bahwa wanita yang bergitulah sebagaimana disebutkan di dalam hadits tadi merupakan wanita yang penuh pengertian dan cinta kasih. Wanita seperti inilah kiranya yang bisa diajak untuk membangun rumah tangga bahagia, disamping juga dia bisa memberi keturunan.
Rasulullah SAW telah bersabda :
تَزَوَّجÙوْا الْوَدÙوْدَ الْوَلÙوْدَ ÙÙŽØ¥ÙÙ†Ùّى Ù…ÙكَاثÙرٌ بÙÙƒÙمْ (رَوَاه٠أَبÙوْ دَاوÙد ÙˆÙŽ النَّسَائÙÙ‰)
Artinya : Kawinlah kalian dengan wanita yang pengasih dan subur karena aku akan bangga dengan jumlah kalian yang banyak. (HR Abu Dawud dan An-Nasa-i)
Demikianlah semoga kita berhasil membina rumah tangga yang bahagia. Sebab meskipun hanya masalah rumah tangga, akan tetapi justru dari rumah tangga inilah kehidupan seseorang dapat dilihat berhasil dan tidaknya di dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya. Kewajiban agama seseorang akan berjalan dengan baik dan tertib bila keadaan rumah tangganya berjalan dengan baik pula. Oleh sebab itu membina rumah tangga termasuk ibadah, yang berarti kita diberi pahala oleh Allah SWT apabila bisa melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan tidaklah berlebihan kiranya apabila disebutkan bahwa pernikahan yang baik merupakan awal kunci sukses kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
ÙˆÙŽ الله٠سÙبْØَانَه٠وَ تَعَالَى ÙŠÙŽÙ‚Ùوْل٠وَ بÙقَوْلÙه٠يَهْتَدÙÙ‰ الْمÙهْتَدÙوْنَ ØŒ ÙˆÙŽ Ø¥Ùذَا Ù‚ÙرÙئَ القÙرْآنَ ÙَاسْتَمÙعÙوْا Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙˆÙŽ أَنْصÙتÙوْا لَعَلَّكÙمْ تÙرْØÙŽÙ…Ùوْنَ ØŒ أَعÙوْذ٠بÙالله٠مÙÙ†ÙŽ الشَّيْطَان٠الرَّ!جÙيْم٠، ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ‡ÙÙ†ÙŽÙ‘ Ù…Ùثْل٠الَّذÙÙ‰ عَلَيْهÙÙ†ÙŽÙ‘ بÙالْمَعْرÙوْÙÙ ÙˆÙŽ Ù„ÙلرÙّجَال٠عَلَيْهÙÙ†ÙŽÙ‘ دَرَجَةْ .
ÙˆÙŽ Ù‚Ùلْ رَبÙÙ‘ اغْÙÙرْ ÙˆÙŽ ارْØَمْ ÙˆÙŽ أَنْتَ خَيْر٠الرَّاØÙÙ…Ùيْنَ .
Pekalongan, 29 Mei 2015
Kepala KUA Kec. Pekalongan Barat
H. Masrur, S.Ag.
NIP. 19710808 199804 1 002